TPA Banyuurip
merupakan tempat pembuangan akhir sampah bagi Kota Magelang. TPA Banyuurip terletak di Dusun Plumbon, Desa
Banyuurip, Kecamatan Tegalrejo, Kabupaten Magelang. TPA Banyuurip dibangun dan
beroperasi pada Tahun 1993 dengan luas keseluruhan 6,8 Ha dan kapasitas operasi
sebesar 1.800.000 m3 dengan kolam leacheate sebesar 5.000 m3.
Dengan kapasitas tersebut diperkirakan usia pakai TPA Banyuurip adalah untuk
jangka waktu 14 tahun.
Rancangan awal
TPA Banyuurip adalah menggunakan metode sanitary
landfill dimana sampah dibuang dalam sel dan setelah 3 hari diurug dengan
tanah. Pada perjalanan waktu, sistem tersebut membutuhkan biaya operasional
yang tinggi dan alat berat dengan jumlah yang cukup banyak maka beralih ke
metode control landfill dimana setelah
mencapai ketinggian 1 meter diurug oleh tanah. Setelah diurug tanah, sampah
berikutnya dibuang di atas urugan tanah tersebut lalu diurug tanah kembali,
demikian seterusnya sampai sel penuh. Pengurugan sampah di TPA Banyuurip
dilakukan dengan alat berat yang beroperasi setiap hari karena selain mengurug
sampah dengan tanah, alat berat ini digunakan untuk memadatkan dan meratakan
sampah dalam sel, akan tetapi karena keterbatasan alat berat dan biaya
operasional maka sementara baru setelah mencapai ketinggian 2 meter diurug
tanah.
Desember 2010,
shelter yang baru dengan menggunakan dana bantuan Provinsi Jawa Tengah telah
dibangun satu sel baru seluas 9.350 m3 yang rencananya dapat dipakai
selama 3 tahun. Sel baru tersebut dialasi dengan plastik dan batu kerikil
sehingga leacheate yang dihasilkan tidak langsung terserap tanah akan tetapi
dapat mengalir melalui saluran pembuangan menuju kolam leacheate. Sel ini juga
dilengkapi dengan cerobong gas metana.
Dengan adanya aktifitas
yang menguntungkan warga dari sisi finansial ini membuat keberadaan TPA
Banyuurip secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi tingkat ekonomi
warga masyarakat sekitar dengan tersedianya peluang kerja, kesempatan berusaha
dan kemandirian dalam berwirausaha. Selain itu dengan adanya pemilahan dan
pemanfaatan sampah tersebut maka volume timbunan sampah di sel dapat dikurangi
sehingga dapat memperpanjang umur TPA Banyuurip.
Pemerintah Kota
Magelang juga membangun rumah kompos di Lokasi TPA Banyuurip. Mekasisme
pembuatan kompos seluruhnya menggunakan mesin yang digerakkan dengan tenaga
diesel dengan prinsip pemilahan dan pengayakan untuk memisahkan bahan atau
sampah organik dengan sampah anorganik. Operasional rumah kompos ini didanai
oleh Dinas kebersihan, Pertamanan dan Tata Kota Kota Magelang. Pada tahun 2011,
rumah kompos ditambah sekat-sekat sebagai tempat pengomposan dan pada Tahun
2012 dibuat rumah kompos khusus sebagai tempat fermentasi/pengomposan yang
terdiri dari 15 sel berkapasitas 2 m3 yang berukuran 1 X 2 X 1 m. Sampah yang
masuk TPA mula-mula dipilahkan menurut jenisnya, yaitu sampah organik dan
sampah anorganik. Jenis sampah organik selanjutnya diproses menjadi kompos
dengan menggunakan alat pengomposan yang sudah tersedia di TPA.
Sampah organik
dimasukkan dalam mesin pencacah. Sampah yang sudah dicacah diberi campuran
bahan-bahan antara lain katul, disiram dengan air yang telah dicampur dengan
EM4 untuk mempercepat proses pengomposan. Kemudian sampah yang telah dicampur
bahan tadi ditutup dengan plastik untuk mempercepat proses fermentasi. Agar
fermentasi dapat baik sampah tadi dibolak-balik, apabila diraba terasa panas (±
2 hari sekali). Setelah kurang lebih 2 bulan kompos sudah siap dipakai.
Kompos yang
dihasilkan selain dijual juga digunakan sendiri untuk menanam dan memupuk
tanaman seperti sayuran, tanaman hias dan tanaman keras yang ada di sekitar
lingkungan TPA Banyuurip. Sayuran yang ditanam antara lain adalah terong, timun
dan tomat. Sayur/buah yang dihasilkan selain bernilai jual tinggi juga sehat
karena tidak menggunakan pestisida dan pupuk kimia. Disamping menghasilkan buah
dan sayur, kebun ini juga sarana penghijauan yang dapat menyerap CO2 di
lingkungan TPA.
Air lindi
(leacheate) yang dihasilkan mengalir ke kolam lindi di bawah. Kolam lindi
dibagi 7 bagian yang kemudian dialirkan ke digester biogas. Lindi tersebut
dicampur dengan starter kira-kira dapat menghasilkan 1,5 L/hari untuk 1 L umpan
per hari. Gas methane yang dihasilkan ditampung dalam plastik besar untuk
kemudian digunakan menggerakkan motor bakar yang dapat digunakan untuk
menghidupkan lampu. 1 m3 biogas dapat digunakan untuk menyalakan lampu 60 watt
selama 7 jam. Dikarenakan produksinya yang terbatas, maka penggunaannya juga
masih terbatas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar